Rabu, 22 April 2009

Keperawanan

Virginitas atau keperawanan merupakan lambang kesucian seorang gadis. Begitu pentingnya hingga harus dijaga sebaik mungkin. Banyak kalangan di masyarakat yang meyakini jika hilangnya keperawanan sebelum pernikahan merupakan hal yang memalukan. Khususnya bagi kita orang timur, keperawanan lebih merupakan persoalan kultural. Oleh karena itu sering terjadi ketidakadilan gender disitu, dimana perempuan cenderung dipojokkan dan dituntut untuk menjaga keperawanannya, sementara laki-laki tidak pernah dipermasalahkan keperjakaannya.Sehingga kemudian virginitas menjadi mitos yang sangat sakral dan mendarah daging dalam pandangan masyarakat. Padahal jika ditinjau lebih jauh ada sedikit kekeliruan dalam pendapat itu. Keperawanan yang sering di perbincangkan sekarang ini hanya sekedar robek tidaknya selaput dara. Pecahnya selaput darah dan tidak keluarnya bercak darah belum bisa dikatakan bahwa seorang wanita tidak perawan lagi, karena faktanya secara medis, robeknya selaput dara tidak harus diikuti dengan keluarnya bercak darah. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya

1. Terlalu rapuh. Bisa jadi selaput dara itu sudah robek sebelumnya karena terlalu rapuh. Beberapa jenis olahraga seperti berkuda, bela diri, bersepeda dan sebagainya bisa menjadi penyebab robeknya selaput darah. Apalagi kalau selaput darahnya termasuk jenis yang rapuh.
2. Kelewat elastis. Tidak adanya bercak darah di malam pertama mungkin saja disebabkan belum robeknya selaput darah karena sifatnya sangat elastis. Harap diketahui, membran ini sangat fleksibel. Pada beberapa kasus ditemukan bahwa elastisitas selaput darah memungkinkannya tidak robek pada waktu pertama kali berhubungan seksual. Bahkan ada yang baru koyak setelah wanita tersebut melahirkan!
3. Darahnya tidak banyak. Atau bisa saja sebenarnya keluar bercak darah, tapi karena sangat sedikit sehingga tidak mudah terlihat oleh mata. Banyak orang yang mengira kalau selaput darah robek akan keluar banyak darah. Padahal karena sedemikian tipisnya, selaput darah yang robek tidak selalu menyebabkan keluar darah dalam jumlah banyak.
4. Tidak punya selaput darah. Perkembangan teknologi memungkinkan dilakukannya penelitian tentang selaput darah secara mendalam. Hasilnya ternyata sangat mengejutkan karena dalam penelitian yang dilakukan para seksolog ditemukan beberapa perempuan yang sejak lahir memang tidak memiliki membran ini. Pada kasus ini keberadaan selaput darah tidak selalu membuktikan bahwa perempuan belum pernah melakukan hubungan seksual masih teruji kegadisannya.
Karena penelitian terbaru penyebutkan bahwa kalangan remaja AS cenderung mulai meninggalkan perilaku seks bebas dan kembali ke hubungan konvensional dengan lebih mempertahankan keperawanan mereka hingga masa pernikahan, mungkin mereka sudah mulai jenuh dengan gaya kehidupan yang seperti itu.
Bagaimana mencegah agar keperawanan itu tetap terjaga? Caranya sangat banyak, tapi semua itu tergantung pada keseriusan perempuan yang bersangkutan dan lingkungan pergaulannya. Khususnya pada sang pacar.
Bagi wanita menjaga keperawanan adalah hal yang tidak mudah. Oleh karenanya perlu dibongkar dengan wacana yang lebih berkeadilan gender. Sehingga seandainya laki-laki mau menikah dengan perempuan, mestinya tidak perlu hanya terjebak kepada persoalan keperawanan, apakah selaput darahnya masih utuh atau tidak. Memangnya laki-laki mau menikah dengan selaput darah? Oleh sebab itu, bagi kaum laki-kali, hendaklah bisa memandang kaum perempuan secara lebih utuh dan tidak parsial. Karena cara pandang seperti itu merupakan cara pandang yang lebih manusiawi dan merupakan salah satu bentuk penghargaan kepada kaum perempuan. Sekali lagi, keperawanan adalah masalah kepercayaan.
Dari semua uraian di atas, jelaslah bahwa keperawanan (virginitas) seorang wanita sangatlah penting, yang merupakan lambang kesucian, Namun yang menjadi permasalahan dan sedikit keliru adalah, virginitas tersebut diidentikkan dengan selaput darah,yang sangat merugikan kaum hawa. Padahal keperawanan bukanlah jaminan bahagianya atau langgengnya rumah tangga. Kepercayaan, keterbukaan dan pengertianlah yang harus dijadikan sebagai tolak ukur dalam menghargai keperawanan di dalm menciptakan dan membina rumah tangga yang bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar